Dionysius Areopagite tentang hierarki surgawi. Presbiter Dionysius menjadi co-presbiter Timotius

Kami mempersembahkan kepada Anda "Corpus Areopagiticum "

(arahkan kursor, tekan tombol kanan mouse,"simpan objek sebagai...")

Konten arsip:

1. "Teologi mistik"

2. "Tentang nama-nama Ilahi"

3. "Tentang hierarki surgawi"

4. "Tentang Teologi Misterius" (dengan komentar dari St. Maximus Sang Pengaku)

5. "Tentang hierarki gereja"

6. "Surat untuk berbagai orang"

“CORPUS AREOPAGITICUM”

SEJARAH MONUMEN

Sejarah penulisan patristik yang berusia berabad-abad tidak mengenal fenomena yang lebih misterius daripada kumpulan karya yang bertuliskan nama Dionysius the Areopagite. Pengaruh Areopagitica terhadap sastra dan budaya Kristen dari abad ke-6 hingga saat ini begitu belum pernah terjadi sebelumnya dan tersebar luas sehingga sulit untuk menyebutkan monumen sastra lain yang sebanding dengan mereka dalam hal skala dampak spiritual. Tidak ada satu pun karya tulisan Kristen pada periode patristik yang memunculkan literatur ilmiah yang begitu luas, hipotesis yang begitu beragam tentang asal-usul dan pengarangnya, selain “Corpus Areopagiticum”.

Dionysius Areopagite hidup pada abad ke-1. Dia diubah menjadi Kristen oleh Rasul Paulus yang kudus (lihat Kisah Para Rasul 17:34); Menurut legenda, Dionysius menjadi uskup pertama Athena. Namun, tidak ada satu pun teolog Kristen dan sejarawan zaman dahulu yang mengatakan bahwa rasul ini meninggalkan karya sastra apa pun. Tulisan Dionysius pertama kali disebutkan pada pertemuan Ortodoks dengan Monofisit pada tahun 533 di Konstantinopel. Pada pertemuan ini, kaum Monofisit-Sevirian, penentang Konsili Kalsedon, merujuk pada ungkapan “satu energi ilahi” yang digunakan oleh Dionysius sang Areopagite untuk membuktikan kebenaran ajaran mereka. Sebagai tanggapan, perwakilan partai Ortodoks, Hypatius dari Ephesus, mengungkapkan kebingungannya, dengan mengatakan bahwa tidak ada penulis Kristen kuno yang menyebutkan karya dengan nama ini - oleh karena itu, karya tersebut tidak dapat dianggap asli.

Jika pada tahun 533 seorang uskup Ortodoks mungkin tidak mengetahui karya-karya Dionysius the Areopagite, sementara karya-karya tersebut sudah menikmati otoritas di kalangan Monofisit, maka dalam waktu dekat, pada pertengahan abad ke-6. , karya-karya ini menjadi dikenal luas di kalangan Ortodoks. Pada tahun 530-540 John dari Scythopolis menulis scholia pada karya Dionysius the Areopagite. Kepada semua penulis Kristen Timur setelah abad ke-6. “Korpus” dikenal: Leontius dari Byzantium, Anastasius dari Sinaite, Sophronius dari Yerusalem, Theodore the Studite merujuk padanya. Pada abad ke-7, karya Dionysius ditafsirkan oleh St. Maximus Sang Pengaku; Para penyalin kemudian menghubungkan scholianya dengan scholia John dari Scythopolis. Putaran. Yohanes dari Damaskus (abad ke-8) menyebut Dionysius sebagai otoritas yang diakui secara umum. Selanjutnya, komentar terhadap “Corpus” ditulis oleh Michael Psellus (abad ke-11) dan George Pachymer (abad ke-13). Pada abad ke-8 scholia ke Areopagitics diterjemahkan ke dalam bahasa Syria; risalah itu sendiri, tanpa komentar, diterjemahkan oleh Sergius dari Rishainsky jauh lebih awal - paling lambat tahun 536. Selambat-lambatnya

abad VIII Terjemahan bahasa Arab dan Armenia dari “Korps” muncul, untuk

abad ke-9 - Koptik, ke XI - Georgia. Pada tahun 1371, biarawan Serbia Yesaya menyelesaikan terjemahan lengkap “Corpus Areopagitikum” bersama dengan scholia John Maximus ke dalam bahasa Slavia; sejak saat itu, karya Dionysius the Areopagite menjadi bagian integral dari budaya spiritual berbahasa Slavia, terutama Rusia.

Di Barat, “Areopagitics” telah dikenal sejak abad ke-6. Mereka dirujuk oleh Paus Gregorius Agung, Martin (pada Konsili Lateran tahun 649), Agathon (dalam surat kepada Konsili Ekumenis VI). Pada tahun 835, terjemahan Latin pertama dari Corpus muncul. Segera John Scott Eriuge menerjemahkan "Corpus" ke dalam bahasa Latin untuk kedua kalinya - sejak saat itu, karya Dionysius menerima ketenaran yang sama di Barat seperti yang dinikmati di Timur. Penulis karya Areopagite diidentifikasikan dengan St. Dionysius dari Paris, Pencerah Gaul, sehingga karyanya mendapat perhatian khusus di Universitas Paris. Di Barat, “Corpus” telah dikomentari berkali-kali. Hugh de Saint-Victor menulis scholia ke “Hirarki Surgawi”, Albertus Magnus menafsirkan keseluruhan “Corpus”. Dalam Summa Theologiae karya Thomas Aquinas terdapat sekitar 1.700 kutipan dari risalah Areopagite; Thomas juga menyusun komentar terpisah tentang Nama-Nama Ilahi. Selanjutnya, Bonaventure, Meister Eckhart, Nicholas dari Cusa, Juan de la Cruz dan banyak penulis spiritual terkemuka lainnya dari Gereja Barat mengalami pengaruh kuat dari tulisan-tulisan Areopagite.

Sepanjang Abad Pertengahan, risalah Dionysius the Areopagite diakui otentik dan memiliki otoritas yang tidak perlu dipertanyakan lagi. Namun, sejak Renaisans, keraguan tentang keaslian “Areopagitika” semakin sering diungkapkan: di Timur, George dari Trapezund (abad XIV) dan Theodore dari Gaza (abad XV), dan di Barat, Lorenzo Balla (abad XV) dan Erasmus dari Rotterdam (abad XVI) adalah orang pertama yang meragukan keaslian Corpus. Pada akhir abad ke-19. pendapat tentang sifat pseudepigrafik karya Dionysius the Areopagite hampir sepenuhnya menang dalam kritik ilmiah.

Keraguan terhadap keaslian Corpus Areopagiticum didasarkan pada alasan berikut. Pertama, karya Dionysius tidak diketahui oleh penulis Kristen mana pun sebelum abad ke-6. : bahkan Eusebius dari Kaisarea, yang berbicara dalam “Sejarah Gereja” tentang semua teolog besar, dan Bl. Jerome, yang mencantumkan dalam “Kehidupan Orang-Orang Terkenal” semua penulis gereja yang dikenalnya, tidak menyebutkan sepatah kata pun tentang karya Areopagite. Kedua, dalam teks “Korpus” terdapat inkonsistensi kronologis: penulis menyebut Rasul Timotius sebagai “anak”, sedangkan Dionysius, Areopagite yang asli, jauh lebih muda daripada Timotius; penulis mengetahui Injil dan Kiamat Yohanes, yang ditulis ketika Dionysus seharusnya sudah lanjut usia; penulis mengutip Surat Ignatius sang Pembawa Tuhan, yang ditulis tidak lebih awal dari tahun 107 - 115. Ketiga, penulis mengacu pada Hierotheus tertentu - orang ini tidak dikenal di mana pun. Keempat, penulisnya, yang konon sezaman dengan para rasul, berbicara dalam risalah “Tentang Hierarki Gereja” tentang guru-guru kuno dan tradisi kuno. Kelima, deskripsi Areopagite tentang ritus liturgi tidak sesuai dengan deskripsi serupa dari penulis Kristen mula-mula (“Didachos”, St. Hippolytus dari Roma) - ritus tonsur monastik yang dibicarakan oleh Areopagite tidak hanya ada di abad ke-1. , tapi, rupanya, bahkan di IV, dan berkembang kemudian; Selain itu, ritus Liturgi yang dijelaskan oleh Areopagus dengan pembacaan Pengakuan Iman sangat jauh dari pertemuan Euchistik pada zaman para rasul (Pengakuan Iman diperkenalkan ke dalam Liturgi pada tahun 476). Keenam, terminologi teologis “Korpus” berhubungan dengan periode perselisihan Kristologis (abad ke-5-6), dan bukan pada era Kekristenan awal. Ketujuh, terakhir, terminologi filosofis monumen secara langsung bergantung pada neo-Platonisme: penulis “Areopagite” mengetahui karya Plotinus (abad III) dan Proclus (Vb.), bahkan ada kebetulan tekstual antara risalah Areopagite dan buku Proclus “Fundamentals of Theology” dan “On the Essence of Evil.”

Upaya untuk menebak penulis sebenarnya dari "Areopagitika" dilakukan lebih dari satu kali - khususnya, nama Severus dari Antiokhia, Peter Mong, Peter Iver dan tokoh Monofisit lainnya dari era pasca-Khalsedon disebutkan, tetapi tidak satupun dari hipotesis ini disebutkan. dikonfirmasi. Rupanya, nama orang yang menulis “Areopagite” bekerja pada pergantian abad ke-5 dan ke-6. dan siapa yang ingin tetap anonim tidak akan pernah terungkap. Namun, sifat monumen yang sengaja dibuat palsu, sama sekali tidak mengurangi signifikansinya sebagai sumber penting doktrin Kristen dan salah satu karya sastra patristik yang paling mencolok, mendalam, dan signifikan secara teologis dan filosofis.

KOMPOSISI MONUMEN

Risalah

Semua risalah Dionysius the Areopagite yang masih ada ditujukan “kepada penatua Timotius.” Risalah Nama-Nama Ilahi terdiri dari 13 bab dan dikhususkan untuk membahas nama-nama Tuhan yang terdapat dalam Perjanjian Lama dan Baru, serta dalam tradisi filsafat kuno. Dalam bab. 1 Areopagite berbicara tentang perlunya mengandalkan Kitab Suci ketika memeriksa apa yang berhubungan dengan “Deitas yang sangat penting dan tersembunyi”; Nama-nama Tuhan yang ditemukan dalam Kitab Suci berhubungan dengan “penampakan” ilahi (πρόοδοι - prosesi), yaitu bagaimana Tuhan memanifestasikan diri-Nya di luar esensi-Nya, dan lebih banyak lagi. Tuhan tampak tanpa nama, melampaui kata apa pun, dan pada saat yang sama setiap nama adalah milik-Nya, karena Dia hadir di mana-mana dan memenuhi segala sesuatu dengan diri-Nya sendiri. Bab 2 membahas tentang “teologi yang menyatukan dan membedakan” - ini adalah upaya pemahaman filosofis tentang misteri Tritunggal Mahakudus. Bab 3 berbicara tentang doa sebagai syarat untuk mengenal Tuhan; penulis merujuk pada mentornya, Beato Hierotheus, dan berjanji untuk mengikutinya dalam penelitian teologisnya. Dalam bab. 4 berbicara tentang Kebaikan, Cahaya, Keindahan, Cinta (Eros) sebagai nama Tuhan, tentang ekstasi Eros Ilahi; kutipan panjang dari “Hymns of Love” karya Hierotheus diberikan; bagian penting dari bab ini adalah perjalanan tentang sifat kejahatan: Areopagite, mengikuti Neoplatonis, serta para teolog Kristen (terutama Kapadokia Besar), berpendapat bahwa kejahatan bukanlah esensi yang independen, tetapi hanya ketiadaan kebaikan. Dalam bab. 5 membahas nama Allah dalam Perjanjian Lama, Yehuwa, dalam pasal. Nomor 6 tentang Kehidupan, nomor 7 tentang Hikmah, Akal, Makna, Kebenaran dan Iman, nomor 8 tentang Kekuasaan, Keadilan, Keselamatan, Penebusan dan Ketimpangan, nomor 9 tentang Yang Besar dan Kecil, Identik dan Lainnya, Serupa dan Berbeda, Istirahat dan Gerakan, serta tentang Kesetaraan, pada tanggal 10 - tentang Yang Maha Kuasa dan Yang Lanjut Usianya, pada tanggal 11 - tentang Dunia, Berada dalam Diri Sendiri (self-existence), Kehidupan dalam -Self (self- kehidupan), Kekuatan dalam Dirinya Sendiri (kekuatan diri), di tanggal 12 - tentang Yang Mahakudus, Raja segala raja, Penguasa segala tuhan, Dewa para dewa. Terakhir, bab ke-13 membahas tentang nama-nama Yang Maha Sempurna dan Yang Maha Esa. Semua nama Tuhan yang dicantumkan oleh Areopagite ditemukan dalam satu atau lain bentuk dalam Kitab Suci. Namun, jika beberapa nama dipinjam langsung dari Alkitab (Ancient of Days, King of Kings), maka di nama lain pengaruh Neoplatonik dapat dilacak: tiga serangkai nama Baik - Kehidupan - Kebijaksanaan sesuai dengan tiga serangkai Proklov yaitu Kebaikan - Kehidupan - Pikiran . Beberapa nama merupakan karakteristik dari tradisi - alkitabiah dan kuno - (Kekuatan, Kedamaian). Konsep Yang Esa, yang dianggap oleh Areopagite sebagai nama Tuhan yang paling penting, kembali ke filsafat Plato (Parmenides) dan mistisisme Plotinus, dan diskusi tentang Yang Abadi dan Duniawi mengingatkan kita pada diskusi serupa dalam karya Proclus “ Prinsip Teologi”. Setelah menerima dan mensintesis warisan Neoplatonis, Areopagite, bagaimanapun, memberinya kesan Kristen: ia mengacu pada satu Tuhan yang dalam tradisi kuno adalah milik “dewa”.

Risalah tentang hierarki surgawi terdiri dari 15 bab dan merupakan presentasi sistematis dari angelologi Kristen. Menurut Dionysius, tingkatan malaikat merupakan suatu hierarki, yang tujuannya adalah untuk menjadi seperti Tuhan: “Hierarki, menurut saya, adalah tingkatan suci, pengetahuan dan aktivitas, sedekat mungkin dengan keindahan ilahi, dan dengan iluminasi yang diberikan padanya dari atas, menuju kemungkinan meniru Tuhan.. . Memiliki Tuhan sebagai Pembimbing dalam semua pengetahuan dan aktivitas suci dan terus-menerus melihat keindahan ilahi-Nya, dia, jika mungkin, mencetak dalam dirinya gambar-Nya dan menjadikan para partisipannya kemiripan dengan Tuhan, cermin paling jernih dan paling murni, menerima pancaran sinar awal. dan cahaya ilahi sehingga, karena dipenuhi oleh pancaran cahaya suci yang dikomunikasikan kepada mereka, mereka sendiri akhirnya... mengkomunikasikannya secara melimpah kepada diri mereka yang lebih rendah” (bab 3, 1-2). Dionysius menggunakan nama-nama tingkatan malaikat yang ditemukan dalam Alkitab - seraphim, kerub, malaikat agung dan malaikat (dalam Perjanjian Lama), takhta, kekuasaan, kerajaan, otoritas dan kekuasaan (Kol. 1, 16 dan Ef. 1, 21) - dan memilikinya dalam urutan hierarki tiga tingkat: hierarki tertinggi terdiri dari takhta, seraphim, dan kerub (bab 7), hierarki tengah, kekuasaan dan kekuasaan (bab 8), prinsip terendah, malaikat agung, dan malaikat (bab 9 ). Meskipun nama sembilan golongan malaikat telah diwahyukan kepada kita, jumlah sebenarnya hanya diketahui oleh Tuhan dan diri mereka sendiri (bab 6). “Litiya cahaya” ilahi (curahan cahaya) ditransmisikan dari tingkatan malaikat tertinggi ke tingkatan yang lebih rendah, dan dari mereka ke manusia. Perintah ini, menurut Dionysius, tidak boleh dilanggar - agar penerangan cahaya disalurkan dari tingkat tertinggi ke masyarakat, melewati jalur perantara hierarki. Dalam bab. 13 Areopagite membuktikan bahwa yang menampakkan diri kepada nabi Yesaya bukanlah serafim, melainkan salah satu malaikat tingkat rendah yang menyamar sebagai serafim. Selain itu, wahyu langsung tentang esensi Tuhan kepada manusia adalah mustahil: “Tuhan menampakkan diri kepada orang-orang kudus dalam penglihatan tertentu,” namun, “penglihatan Ilahi ini diungkapkan kepada nenek moyang kita yang mulia melalui kekuatan surgawi” (bab 14). Tidak mungkin menghitung jumlah malaikat - jumlahnya “ribuan ribu” (bab 14). Pada bab terakhir, Dionysius berbicara tentang gambaran antropomorfik malaikat dalam Kitab Suci (bab 15).

Dalam risalahnya On the Church Hierarchy, Dionysius berbicara tentang struktur hierarki Gereja Kristen: yang memimpin semua tingkatan - baik surgawi maupun duniawi - adalah Yesus, diikuti oleh tingkatan malaikat, yang memancarkan iluminasi ilahi dari "hierarki kita". Hirarki gereja, sebagai kelanjutan dari hierarki surgawi, terdiri dari sembilan tingkatan: hierarki tertinggi terdiri dari tiga sakramen - Pencerahan (Baptisan), Sidang (Ekaristi) dan Penguatan: yang tengah - hierarki (uskup), imam dan diakon: yang terendah - "tingkatan orang-orang yang dirayakan", yaitu terapis (biarawan), "orang suci" dan para katekumen. Risalah ini terdiri dari tujuh bab: bab pertama berbicara tentang makna keberadaan hierarki gereja, bab kedua tentang sakramen Pencerahan, bab ketiga tentang sakramen Sidang Raya, bab keempat tentang Penguatan, bab kelima tentang penahbisan menjadi imam, tanggal 6 menjelaskan tentang ritus penobatan monastik, tanggal 7 berbicara tentang penguburan orang yang meninggal. Setiap bab (dengan pengecualian bab pertama, pendahuluan) dibagi menjadi tiga bagian: bab pertama menguraikan makna sakramen, bab kedua - urutannya, bab ketiga penulis menawarkan "teori" - interpretasi alegoris dan simbolis dari setiap tindakan suci. Sakramen Pembaptisan, menurut Dionysius, adalah “kelahiran Tuhan”, yaitu permulaan kehidupan baru di dalam Tuhan. Sakramen Pertemuan (Ekaristi) adalah fokus kehidupan Kristiani, “penyempurnaan kesatuan dengan Tuhan.” Keharuman dunia dalam Krisma secara simbolis berarti keindahan ilahi yang diikuti oleh penerima sakramen. Berbicara tentang inisiasi ke dalam derajat hierarki, Dionysius menekankan kedekatan pendeta dengan Tuhan: “Jika seseorang mengucapkan kata “hierarki”, dia berbicara tentang pribadi yang ilahi dan ilahi yang telah menguasai semua pengetahuan suci” (bab 1.3). Sesuai dengan tradisi kuno, amandel menjadi monastisisme disebut juga sakramen; biksu-terapis adalah peringkat tertinggi dalam hierarki "yang berprestasi": mereka harus mengarahkan pikiran mereka ke Unit Ilahi, mengatasi ketidakhadiran, menyatukan pikiran mereka sehingga Tuhan yang Esa tercermin di dalamnya. Urutan penguburan almarhum, menurut Dionysius, adalah doa khusyuk dan gembira dari hierarki bersama dengan orang-orang untuk transisi mendiang Kristen dari kehidupan duniawi ke "kelahiran kembali" - "kehidupan non-malam", penuh dengan cahaya dan kebahagiaan.

Risalah tentang teologi mistik terdiri dari lima bab: bab pertama, Dionysius berbicara tentang kegelapan Ilahi yang mengelilingi Tritunggal; pada tanggal 2 dan 3 - tentang metode teologi negatif (apofatik) dan positif (cataphatic); di urutan ke-4 dan ke-5 - bahwa Penyebab segala sesuatu yang indrawi dan mental adalah transendental terhadap segala sesuatu yang indrawi dan mental dan bukan salah satu dari ini. Tuhan telah menempatkan kegelapan sebagai penutup-Nya (2 Raja-raja 22:12; Mzm. 17:12), Dia hidup dalam kegelapan keheningan yang tersembunyi dan misterius: kegelapan ini dapat dicapai melalui pembebasan dari gambaran verbal dan mental, pemurnian pikiran dan penolakan segalanya sensual. Simbol dari pendakian mistik kepada Tuhan adalah Musa: pertama-tama dia harus menyucikan dirinya dan memisahkan dirinya dari yang najis, dan baru kemudian “melepaskan diri dari segala sesuatu yang terlihat dan dilihat dan menembus ke dalam kegelapan ketidaktahuan yang benar-benar misterius, setelah itu dia menemukan dirinya sendiri. dalam kegelapan total dan ketiadaan bentuk, sepenuhnya berada di luar segalanya, bukan milik diri sendiri atau milik apa pun.” Kesatuan dengan Tuhan dalam kegelapan keheningan adalah ekstasi - pengetahuan tentang kecerdasan super melalui ketidaktahuan mutlak (bab 1). Dalam teologi, apophatisisme harus diutamakan daripada katafatisisme (bab 2). Apophatisme terdiri dari penolakan yang konsisten terhadap semua sifat dan nama positif Tuhan, mulai dari yang paling tidak sesuai dengan-Nya (“udara”, “batu”), hingga yang paling mencerminkan sifat-sifat-Nya (“kehidupan”, “kebaikan”) ( bagian 3) . Pada akhirnya, Penyebab segala sesuatu (yaitu Tuhan) bukanlah kehidupan maupun esensi; Ia bukannya tanpa ucapan dan pikiran, namun ia bukanlah sebuah tubuh; Ia tidak mempunyai gambar, tidak ada bentuk, tidak ada kualitas, tidak ada kuantitas, tidak ada ukuran; Tidak dibatasi oleh tempat, tidak dapat dirasakan oleh indera, tidak mempunyai cacat, tidak mengalami perubahan, pembusukan, perpecahan, atau apapun yang bersifat indrawi (Bab 4). Dia bukan jiwa, bukan pikiran, bukan kata, bukan pikiran, bukan keabadian, bukan waktu, bukan pengetahuan, bukan kebenaran, bukan kerajaan, bukan kebijaksanaan, bukan satu, bukan kesatuan, bukan keilahian, bukan kebaikan, bukan roh, karena Ia adalah di atas segalanya afirmasi dan negasi, melampaui semua nama dan sifat-Nya, “terlepas dari segalanya dan melampaui segalanya” (bab 5). Dengan demikian, risalah “Tentang Teologi Mistik” seolah-olah merupakan koreksi apopatik terhadap risalah katafatik “Tentang Nama-Nama Ilahi”.

Surat

Corpus Areopagiticum mencakup 10 surat yang ditujukan kepada berbagai individu. Surat 1-4 ditujukan kepada Gayus therapetus (biarawan): dalam surat 1, Dionysius berbicara tentang pengetahuan tentang Tuhan; di bagian kedua dia menekankan bahwa Tuhan melampaui semua otoritas surgawi; di urutan ke-3 - bahwa Tuhan hidup dalam rahasia yang tersembunyi; di bagian ke 4 ia membahas tentang inkarnasi Tuhan yang menjadi manusia sejati.

Tema surat 5, bagi Dorotheus yang paling suci, adalah, seperti dalam bab pertama “Teologi Sakramental,” kegelapan Ilahi di mana Tuhan hidup.

Pada huruf b, Dionysius menasihati pendeta Sosipater untuk menghindari perdebatan atas dasar teologi.

Surat ke 7 ditujukan kepada pendeta Polikarpus. Di dalamnya, penulis meminta Polikarpus untuk mengungkap Apollophanes yang kafir, yang menuduh Dionysius “menggunakan pendidikan Yunani untuk melawan orang Yunani,” yaitu menggunakan pengetahuannya tentang filsafat kuno untuk kepentingan agama yang menyangkal paganisme; Sebaliknya, Dionysius menegaskan bahwa “orang-orang Yunani dengan tidak berterima kasih menggunakan Yang Ilahi untuk melawan Yang Ilahi, ketika dengan hikmat Tuhan mereka mencoba menghancurkan agama Tuhan.” Pokok bahasan surat ini dekat dengan karya-karya para pembela abad ke-2. , yang mengecam orang-orang kafir karena penyalahgunaan warisan filosofis mereka yang kaya. Di akhir suratnya, Dionysius berbicara tentang gerhana matahari yang terjadi pada saat penyaliban Juruselamat dan yang ia, bersama dengan Apollophanes, amati di Iliopolis (Mesir). Kisah surat ke-7 ini dikutip oleh para penentang kritik negatif sebagai contoh keaslian Areopagitik. Namun, seperti yang dicatat oleh V.V. Bolotov, ungkapan Injil “matahari menjadi gelap” (Lukas 23:45) tidak boleh dipahami dalam pengertian astronomi: gerhana total, seperti yang dijelaskan oleh Areopagite, hanya dapat terjadi pada bulan baru, dan bukan pada bulan purnama (tanggal 14 Nisan), ketika Juruselamat disalibkan.

Huruf 8 ditujukan kepada Demophilus therapeutus. Dionysius menasihati biarawan tersebut untuk mematuhi pendeta setempat dan tidak menghakiminya, karena penghakiman hanya milik Tuhan. Untuk membuktikan pendapatnya, penulis merujuk pada kisah orang-orang benar Perjanjian Lama - Musa, Harun, Daud, Ayub, Yusuf, dll., serta Carp sezamannya - mungkin sama yang disebutkan oleh Rasul Paulus (1 Tim. 4, 13).

Dalam surat 9, Dionysius berbicara kepada Titus sang hierarki dan menjelaskan simbol-simbol Perjanjian Lama - rumah, cangkir, makanan dan minuman Kebijaksanaan. Karena Kitab Suci membahas hal-hal yang misterius dan tidak dapat diungkapkan, untuk pemahaman yang lebih jelas tentangnya, Kitab Suci menerjemahkan realitas spiritual ke dalam bahasa simbol. Semua antropomorfisme dalam Alkitab, termasuk “nafsu sensual dan duniawi” yang dijelaskan dalam Kidung Agung, menurut Dionysius, harus ditafsirkan secara alegoris.

Surat ke-10 ditujukan kepada Yohanes Sang Teolog, rasul dan penginjil, selama ia dipenjarakan di Pulau Patmos. Penulisnya menyapa Yohanes, berbicara tentang kehidupan “seperti malaikat” dari beberapa orang Kristen, yang “bahkan dalam kehidupan sekarang ini menunjukkan kekudusan kehidupan di masa depan,” dan meramalkan pembebasan Yohanes dari ikatan dan kembalinya ke Asia.

Risalah yang hilang

Penulis risalah Areopagite sering merujuk pada tulisannya yang belum sampai kepada kita. Dua kali (Tentang Dewa, nama, 11, 5; Tentang teologi mistik, 3) ia menyebutkan risalah Theological Essays, yang, dengan banyak referensi ke Kitab Suci, berbicara tentang Tritunggal dan inkarnasi Kristus. Dionysius menyebutkan Teologi Simbolik empat kali (Tentang Dewa, nama, 1, 8; 9, 5; Tentang Hierarki Gereja, 15, 6: Tentang Teologi Mistik, 3): dalam risalah besar ini kita berbicara tentang gambaran simbolis Ketuhanan, yang ditemukan dalam Alkitab. Esai On Divine Hymns berbicara tentang nyanyian malaikat dan menjelaskan “pujian tertinggi dari pikiran surgawi” (On Heavenly Yeremia, 7:4). Risalah Tentang sifat-sifat dan tingkatan malaikat (lihat: Tentang Dewa, nama, 4, 2), tampaknya, tidak lebih dari Tentang hierarki surgawi. Dalam risalah On the Intelligible and the Sensible (lihat: On the Church Hierarchy, 1, 2; 2, 3 - 2) dikatakan bahwa hal-hal yang masuk akal adalah gambaran dari apa yang dapat dipahami. Esai Tentang Jiwa (lihat: Tentang Dewa, nama, 4, 2) berbicara tentang asimilasi jiwa dengan kehidupan malaikat dan partisipasi dalam karunia ilahi. Esai Tentang Penghakiman yang Adil dan Ilahi (lihat: Tentang Dewa, nama, 4, 35) dikhususkan untuk tema moral dan sanggahan gagasan palsu tentang Tuhan. Karena sifat pseudepigrafi umum dari “Corpus Areopagiticum”, keraguan telah berulang kali diungkapkan dalam sains mengenai keberadaan karya yang disebutkan oleh penulis, tetapi belum sampai kepada kita: Prot. G. Florovsky menganggapnya sebagai "fiksi sastra" (Vis. Fathers of the 5 - 7th century, p. 100). Fiksi yang sama mungkin merupakan tulisan Hierotheus dan Hierotheus sendiri, yang sering dirujuk oleh Areopagite.

BIBLIOGRAFI

Teks asli

Corpus Dionysiacum I: Pseudo-Dionysius Areopagita. Nama ilahi. (Ed.

B.R. Suchla). // Patristische Texte und Studien, 33. - Berlin - New-York,

1990. Corpus Dionysiacum II: Pseudo-Dionysius Areopagita. Semua hierarki. De

hierarki gerejawi. De mistik teologia. Epistula. (Ed. G. Heil,

A.M. Ritter). //Patristische Texte und Studien, 36. - Berlin-NY, 1991. Migne, PG. - T.3-4. SCHr. : Denys 1 "Areopagite. La hierarchie celeste. - T. 58 (bis). - Paris, 1987.

Terjemahan Rusia

Dionysius orang Areopagite. Tentang nama-nama Ilahi. Tentang teologi mistik. Ed. siap G.M.Prokhorov. - Sankt Peterburg. , 1995.

Dionysius orang Areopagite. Tentang hierarki surgawi. / Per. N.G. Ermakova, ed. G.M Prokhorova. - Sankt Peterburg. , 1996.

Tentang hierarki surgawi. - M., 1839. - Juga. - edisi ke-2. - M., 1843. - Juga. - edisi ke-3. - M., 1848. - Juga. - edisi ke-4. - M., 1881. -Sama. - edisi ke-5. - M., 1893. - Sama. - edisi ke-6. - M., 1898.

Tentang hierarki gereja (dengan komentar). // Tulisan para Bapa Suci mengenai penafsiran ibadah Ortodoks. - Sankt Peterburg

1855. - E. 1. - Hal. 1-260. Pseudo-Dionysius Areopagite. Tentang nama-nama Ilahi. / Per. kepala biara

Gennady Eikalovich. - Buenos Aires, 1957. Tentang nama Tuhan. // Kryuchkov V. Teologi “Korps”

Areopagitikum." - Zagorsk, 1984. St. Dionysius Arepagite. Kepada Timotius tentang teologi sakramental. //

bacaan kristen. - Sankt Peterburg. ,1825. - Bagian 20. - Hal.3-14. Dionysius orang Areopagite. Tentang teologi misterius dan Surat kepada Hierarch Titus, (Slavia, teks dan terjemahan Rusia). // Monumen Prokhorov G.M

terjemahan dan sastra Rusia abad XIV-XV. - L., 1987. -

hal.158-299. Tentang teologi mistik dan Surat Titus (diterjemahkan oleh seorang pendeta

L.Lutkovsky). // Teologi mistik. -Kiev, 1991. St. Dionysius Arepagite. Surat 1-6, 8. //Bacaan Kristen. -

Sankt Peterburg , 1825. - Bab, 19. - Hal. 239-266. St Dionysius Arepagite. Surat 10 dan 7. //Bacaan Kristen. -

Sankt Peterburg , 1838.-Bab. 4. - hal.281 -290. St Dionysius Arepagite. Surat 9. // Bacaan Kristen. -

Sankt Peterburg ,1839. - Bagian 1. - Hal.3-18.

literatur

Bezobrazov M.V. Kreasi St. Dionysius orang Areopagite. // Buletin Teologis. - Sergiev Posad, 1898. - No.2. - Hal.195 - 205.

Bolotov V.V. Tentang masalah kreasi Areopagite. (Cetak ulang dari majalah Christian Reading). - Sankt Peterburg. , 1914. - Hal.556 - 580.

Bychkov V.V. Corpus Areopagiticum sebagai salah satu sumber filosofis dan estetika seni Kristen Timur. - Tbilisi, 1977.

Gennady (Eikalovich), hieromonk. Teologi positif dan negatif dalam “Nama-Nama Tuhan” oleh Dionysius the Areopagite. //Koleksi teologis. - Kanaan Selatan, 1954. - Edisi. 1.-S. 27 - 56.

Danelia S. Tentang pertanyaan tentang kepribadian pseudo-Dionysius the Areopagite. // Buku sementara Bizantium. - M., 1956. - No.8. - Hal.377 - 384.

Ivanov V. Simbolisme Kristen dalam teologi Corpus Areo Pagitikum. - Zagorsk, 1975.

Ivanov S. Mistisisme Areopagitik. //Iman dan akal. - Kharkov, 1914. - No. 6. - Hal. 695-795; - Nomor 7. - Hal.19-27.

Cyprian (Kern), archimandrite. Pertanyaan tentang penulis dan asal usul monumen. // Pseudo-Dionysius Areopagite. Tentang nama-nama Ilahi. - Buenos Aires, 1957.

Kryuchkov V. Teologi Corpus Areopagitikum. - Zagorsk, 1984.

Lossky V. Teologi apofatik dalam ajaran St. Dionysius

Areopagite. // Karya teologis. - M., 1985. - No.26. -

hal.163-172. Malyshev N. Doktrin dogmatis Areopagitik. //GBL. Museum

pertemuan. - F.172. (Naskah).

Makharadze M. Sumber filosofis Areopagitisme. - Tbilisi, 1983. Nutsubidze Sh Misteri Pseudo-Dionysius Areopagite. // Berita Institut Bahasa, Sejarah dan Budaya Material dinamai Akademisi N.

Marra. - No.14. - Tbilisi, 1944. Tentang Santo Dionysius Areopagite dan ciptaannya. // Bacaan Kristen.

- Bagian 2. - Sankt Peterburg. , 1848.

Prokhorov G. Corpus karya dengan nama Dionysius the Areopagite dalam sastra Rusia kuno. // Prosiding Departemen Sastra Rusia Kuno. -

L., 1976. - No. 31. - Hal. 351-361. Prokhorov G. M. Monumen sastra terjemahan dan Rusia XIV -

abad XV. - L., 1987. Prokhorov G. Surat Titus kepada Hierarch Dionysius the Areopagite dalam bahasa Slavia

terjemahan dan ikonografi “Kebijaksanaan menciptakan rumah untuk dirinya sendiri.” //Prosiding

Departemen Sastra dan Seni Rusia Kuno. - T. 38. - P. 7 - 41. Rozanov V. Tentang karya yang dikenal dengan nama St.

Areopagite. //GBL. Koleksi museum. - F.172 (manuskrip). Saltykov A. Tentang pentingnya Areopagitik dalam seni Rusia kuno

(untuk mempelajari "Trinitas" oleh Andrei Rublev). // Seni Rusia kuno

Abad XV-XVII: Sat. artikel. - M., 1981. - Hal.5-24. Skvortsov K. Studi tentang pertanyaan penulis karya yang diketahui dari

dinamai St. Dionysius orang Areopagite. - Kyiv, 1871. Skvortsov K. Tentang ciptaan yang dikaitkan dengan St. Dionysius orang Areopagite.

//Prosiding Akademi Teologi Kyiv. - Kyiv, 1863. - No.8.M

hal.385-425. - Nomor 12. - Hal.401-439. Tavradze R. Tentang pertanyaan tentang sikap David Anakht terhadap pseudo-Dionysius

Areopagite. - Yerevan, 1980. Honigman 3. Peter Iver dan karya pseudo-Dionysius the Areopagite. -

Tbilisi, 1955.

BolaH. Byzantinische Christentum. Drei Heiligenleben. - Munchen - Leipzig, 1923. BolaH. Teologi Mistik Dionysius the Areopagite. - London, 1923. Ball H., Tritsch W. Dionysius Areopagita: Die Hierarchien der Engel und der

Kirche. - Munchen, 1955. Balthasar H.U.von. Kosmische Liturgie, Maximus der Bekenner dan Krise des

griechischen Weltbildes. - Freiburg im W., 1941. Brons B. Gott dan die Seienden. Untersuchungen zum Verhaltnis von

neuplatonischer Metafisik dan Tradisi Christlicher bei Dionysius

Areopagita. - Göttingen, 1976.

Chevallier Ph.D. Dionysiaca. V.1-2. - Paris, 1937 - 1950.

Chevallier Ph.D. Yesus-Kristus dans les oeuvres du Pseudo-Areopagite. - Paris,

1951.

DaeleA. ruang van. Indeks Pseudo-Dionysiani. - Louvain, 1941. Darboy M. (Euvres de saint Denys l "Areopagite. - Paris, 1887. Denysl "Areopagite (Lepseudo). // Dictionnaire de spiritualite. - Paris, 1957. -

T.3.-P. 244-318. Setiap G. Dionysius Areopagite. Satu lagi Dua, Tradisi Monastik di Timur dan

Barat. - Michigan, 1976. Fowler J. Karya Dionysius, Terutama dalam Referensi Seni Kristen. -

London, 1872. Gersch St. Dari Iamblichus hingga Eriugena: Investigasi Prasejarah dan

Evolusi Tradisi Pseudo-Dionysian. - Leiden, 1978. Godet P. Denys l "Areopagite. // Dictionnaire de theologie catholique. - Paris,

1911.-T. 4.-P. 429-436. Golitsin A. Dengan Mistagogi. Dionysius Areopagita dan Pendahulu Kristennya.

- Oxford, 1980.

Goltz H. Hiera Mesiteia: Zur Theorie der hierarchischen Sozietät im Corpus

Areopagitikum. - Erlangen, 1974. Hausherr I. Dogme et spiritualite Orientale. // Revue d'ascetique dan mistik.

- Paris, 1947. - T. 23. - Hal. 3-37.

Hausherr/. Doutes au sujet du divin Denys. // Orientalia Christiana Periodika. -

Paris, 1936. - T. 2. - P. 484-490. Hausherr I. Le pseudo-Denys est-il Pierre l "Iberien? // Orientalia Christiana

berkala. - Roma, 1953. - T. 19. - P. 247-260. Hausherr I. L "pengaruh de Denys G Areopagite surla mystique byzantine. // Sixieme

Kongres internasional d "etudes byzantines. - Alger, 1939. Hipler Fr. Dionysius der Areopagite: Untersuchungen über Aechtheit und

Glaubwürgkeit der unter disem Nama vorhandenen Schriften. -

Regensburg, 1861.

Fr Hipler. Dionysius der Areopagita. - Ratisbon, 1865. Honigman E. Pierre l "Iberien et les ecrits du Pseudo-Denys l" Areopagite. //

Memoires de l "Academie Royale de Belgique. - Vol. XLVIII. - Fase. 3. -

Brussels, 1952. Ivanka E. von. Tapi et date de la komposisi du Corpus Areopagiticum // Actes

du 6e Kongres internasional des etudes byzantines. - Paris, 1950. - Hal.239

-240. Ivanka E. von. Dionysius Areopagita: Von den Namen zum Unnennbaren. -

Einsiedeln, 1959.

JahnA. Dionysiaca. - Altona - Leipzig, 1889. Kanakis I. Dionysius der Areopagite nach seinem Charakter als Philosopher

§1

Dengan menerima tatanan Hierarki suci ini, kami mengatakan bahwa setiap nama Pikiran surgawi menunjukkan sifat seperti Tuhan dari masing-masingnya. “Jadi nama suci Seraphim”, menurut mereka yang mengetahui bahasa Ibrani, berarti “menyala” atau “terbakar”, dan namanya "Cherubim - pengetahuan yang berlimpah", atau "curahan kebijaksanaan". Jadi, benar bahwa Makhluk tertinggi didedikasikan untuk Hierarki surgawi yang pertama, karena ia memiliki peringkat tertinggi dari semuanya - terutama karena Epiphany dan konsekrasi pertama pada awalnya berhubungan dengannya, sebagai yang paling dekat dengan Tuhan. “Dengan membakar Singgasana dan mencurahkan hikmah” Mereka disebut Pikiran surgawi karena nama-nama ini mengekspresikan sifat-sifat mereka yang seperti Tuhan. Karena, mengenai nama Seraphim, itu dengan jelas menunjukkan hasrat mereka yang tak henti-hentinya dan abadi terhadap Yang Ilahi, semangat dan kecepatan mereka, kecepatan mereka yang bersemangat, konstan, tak henti-hentinya dan tak tergoyahkan - juga kemampuan mereka untuk benar-benar mengangkat yang rendah ke yang lebih tinggi, untuk menggairahkan dan menyalakannya dengan panas yang sama; itu juga berarti kemampuan, dengan menghanguskan dan membakar, untuk memurnikannya - selalu terbuka, tak terpadamkan, selalu sama, kekuatan bercahaya dan mencerahkan, mengusir dan menghancurkan segala ketidakjelasan. Nama "Cherubim" berarti kekuatan mereka - untuk mengetahui dan merenungkan Tuhan, kemampuan untuk menerima cahaya tertinggi dan merenungkan kemegahan Ilahi pada manifestasi pertamanya, seni bijak mereka - untuk mengajar dan mengkomunikasikan secara melimpah kepada orang lain kebijaksanaan yang dianugerahkan kepada mereka. Yang terakhir, nama “Tahta” yang tertinggi dan paling agung berarti bahwa mereka sepenuhnya tersingkir dari segala keterikatan duniawi yang rendah; bahwa mereka, yang terus-menerus melampaui segala sesuatu di bawah, dengan damai berjuang untuk mereka yang di atas, dan dengan segenap kekuatan mereka tidak bergerak dan terikat erat pada Yang Maha Tinggi, menerima saran Ilahi-Nya dalam segala kebosanan dan immaterialitas; Ini juga berarti bahwa mereka membawa Tuhan dan dengan rendah hati melaksanakan perintah Ilahi-Nya.

§2

Menurut kami, inilah penjelasan nama-nama Makhluk Surgawi tersebut. Sekarang kita harus membicarakan tentang apa, menurut pendapat kami, Hierarki mereka. Saya pikir sudah cukup bahwa kita telah mengatakan bahwa tujuan dari setiap Hierarki adalah peniruan terus-menerus terhadap Tuhan, dan bahwa aktivitas setiap Hierarki dibagi menjadi penerimaan suci oleh diri mereka sendiri, dan komunikasi kepada orang lain tentang pemurnian sejati, Cahaya Ilahi dan gelar yang menyempurnakan. Sekarang saya ingin mengatakan, sesuai dengan martabat Pikiran yang agung ini, tentang bagaimana Hirarki suci mereka dijelaskan dalam Kitab Suci. Harus diasumsikan bahwa Makhluk pertama yang mengikuti Tuhan yang menyadari mereka, dan menempati suatu tempat, seolah-olah, di ambangnya dan melampaui setiap kekuatan ciptaan yang terlihat dan tidak terlihat; Makhluk-makhluk ini, bisa dikatakan, merupakan Hierarki yang serumah dengan Tuhan dan dalam segala hal serupa dengan-Nya. Karena seseorang harus berpikir bahwa, pertama, mereka adalah makhluk suci, bukan hanya karena mereka bebas dari noda dan kekotoran sifat buruk, atau karena mereka tidak memiliki mimpi indrawi, namun karena mereka di atas segalanya yang hina, lebih murni dari segalanya. yang suci bagi mereka adalah yang terendah, dan bahkan, dalam kemurnian tertinggi mereka, berdiri di atas semua kekuatan yang paling mirip dengan Tuhan; dan bahwa mereka, karena kecintaan mereka kepada Tuhan yang tidak dapat diubah, terus-menerus menjaga ketertiban mereka dalam aktivitas yang tidak dibatasi dan selalu sama, dan sangat bersikeras untuk berubah menjadi lebih buruk, namun tetap menjaga landasan sifat mereka yang seperti Tuhan agar selalu tak tergoyahkan dan tidak bergerak. . Kedua, mereka adalah Makhluk kontemplatif, namun, bukan dalam arti bahwa mereka merenungkan gambar-gambar indrawi dengan pikiran mereka atau naik ke pengetahuan tentang Ketuhanan melalui berbagai gambar yang ditemukan dalam Kitab Suci, tetapi dalam kenyataan bahwa mereka memiliki pengetahuan yang sepenuhnya sederhana tentang Tuhan. Cahaya tertinggi dan dipenuhi, jika mungkin, dengan perenungan akan keindahan sumber, yang asli, tidak dapat dipahami dan Tritunggal; juga merasa terhormat untuk berkomunikasi dengan Yesus, bukan dalam gambar suci yang secara kiasan mencerminkan keserupaan Ilahi, tetapi, sebagai orang yang benar-benar dekat dengan-Nya, melalui partisipasi langsung dalam pengetahuan tentang dewan Ilahi-Nya; dan terlebih lagi, pada tingkat tertinggi mereka diberi kemampuan untuk meniru Tuhan, dan, sebisa mungkin, mereka memiliki komunikasi yang paling dekat dengan sifat-sifat Ilahi dan kemanusiaan Yesus. Begitu pula mereka sempurna, namun bukan karena mereka tercerahkan dengan ilmu untuk menyelesaikan berbagai simbol suci, melainkan karena mereka dipenuhi dengan komunikasi pertama dan utama dengan Tuhan, sesuai dengan ilmu tertinggi yang dimiliki para Malaikat. pengetahuan tentang karya Ilahi-Nya. Karena mereka dikuduskan bukan melalui makhluk suci lainnya, tetapi dari Tuhan sendiri, karena mereka secara langsung, dengan kekuatan dan keteraturan mereka yang luar biasa, diarahkan kepada-Nya, dan dengan kemurnian tertinggi mereka selamanya ditegakkan di dalam Dia; dan karena keindahan immaterial dan spiritualnya, mereka diijinkan semaksimal mungkin untuk merenungkan Tuhan, dan sebagai makhluk pertama yang paling dekat dengan Tuhan dan terutama disucikan oleh-Nya, Makhluk belajar dari-Nya sendiri alasan-alasan bijak atas karya Ilahi-Nya.

§3

Oleh karena itu, para teolog dengan jelas menunjukkan bahwa makhluk surgawi tingkatan yang lebih rendah berhak mempelajari ilmu tentang urusan Ilahi dari Makhluk yang lebih tinggi; dan mereka, seperti halnya semua yang tertinggi, mempelajari misteri Ilahi, sebanyak mungkin, dari Tuhan sendiri. Karena beberapa dari Makhluk ini, seperti yang dibayangkan para Teolog, belajar dari yang lebih tinggi rahasia bahwa dia yang naik ke surga dalam bentuk manusia adalah Penguasa Kekuatan surgawi dan Raja Kemuliaan; yang lain, yang bingung tentang Yesus sendiri, dan ingin mengetahui rahasia ekonomi Ilahi-Nya, langsung belajar dan menerima wahyu dari Yesus sendiri tentang kasih-Nya yang tertinggi bagi umat manusia. “Az,” dikatakan, “ Aku berbicara tentang kebenaran dan penghakiman keselamatan"(). Hal ini juga patut menjadi kejutan bagi saya bahwa bahkan Makhluk surgawi pertama dan mereka yang jauh lebih unggul dari semua makhluk lainnya, seperti makhluk biasa, sangat menginginkan pencerahan Ilahi. Karena mereka tidak langsung bertanya: “Mengapa pakaianmu berwarna merah tua?” tetapi pertama-tama mereka bingung dalam diri mereka sendiri, menunjukkan bahwa meskipun mereka sangat ingin mengetahui Misteri Ilahi, mereka tidak terburu-buru mengantisipasi pencerahan yang diturunkan Tuhan kepada mereka. Jadi, Hirarki Pikiran surgawi yang pertama, yang disucikan sejak Awal kesempurnaan, oleh fakta bahwa ia diarahkan langsung kepada-Nya, - diisi, sebanyak mungkin, dengan pemurnian maha suci, cahaya berlimpah, dan pengudusan sempurna - adalah dimurnikan, tercerahkan dan disempurnakan, tidak hanya sepenuhnya bebas dari keterikatan pada duniawi, tetapi juga dipenuhi dengan cahaya asli, berpartisipasi dalam pengetahuan dan pengetahuan asli. Jadi, sekarang tepat untuk mengatakan secara singkat bahwa persekutuan pengetahuan Ilahi adalah pemurnian, pencerahan dan kesempurnaan; karena itu, dalam beberapa hal, membersihkan dari ketidaktahuan, memberikan pengetahuan berharga tentang misteri yang sempurna. Dengan ilmu Ilahi yang sama, yang memurnikannya, ia juga mencerahkan pikiran, yang sebelumnya tidak mengetahui apa yang kini diwahyukan kepadanya melalui penerangan dari atas, dan akhirnya, dengan cahaya yang sama, ia menyempurnakan, menyampaikan pengetahuan yang teguh tentang yang paling. misteri ilahi.

§4

Bab XIV

§1

Dan kemudian, menurut pendapat saya, patut untuk direnungkan dengan cermat apa yang dikatakan Kitab Suci tentang Malaikat, yaitu, bahwa jumlahnya ribuan dan puluhan, jika dikalikan dengan jumlahnya sendiri, kita mendapatkan yang tertinggi. Melalui hal ini jelas terlihat bahwa jajaran Makhluk Surgawi tidak terhitung banyaknya bagi kita; karena pasukan Pikiran premium yang diberkati tidak terhitung banyaknya. Jumlah ini melebihi hitungan kecil dan tidak mencukupi dari angka-angka yang kita gunakan, dan secara tepat ditentukan oleh pemahaman dan pengetahuan mereka yang tertinggi dan surgawi, yang dianugerahkan kepada mereka secara melimpah dari Kebijaksanaan Ilahi yang maha tahu, yang merupakan Asal tertinggi segala sesuatu, penyebab realisasi, kekuatan pendukung dan batas akhir dari segalanya.

Bab XV

Apa arti gambaran sensual dari Kekuatan Malaikat; apa arti api mereka, penampilan manusia, mata, lubang hidung, telinga, bibir, sentuh, kelopak mata, alis, usia mekar, gigi, bahu, siku, tangan, jantung, dada, tulang belakang, kaki, sayap, ketelanjangan, jubah, pakaian ringan , pakaian imam, ikat pinggang, tongkat, tombak, kapak, alat geometris, angin, awan, tembaga, amber, wajah, tepuk tangan, bunga dari berbagai batu; apa arti jenis singa, lembu, elang; bahwa kuda dan berbagai bunganya; apa yang dimaksud dengan sungai, kereta, roda, dan apa maksud dari kegembiraan Malaikat tersebut?

§1

Marilah kita, jika Anda mau, mengistirahatkan pandangan mental kita dari kontemplasi yang sulit dan intens yang sesuai dengan Malaikat; Mari kita turun ke pemeriksaan pribadi terhadap gambaran Malaikat yang beragam dan beraneka ragam, dan dari mereka, seperti dari gambar, kita akan mulai naik ke kesederhanaan Pikiran surgawi. Ketahuilah, pertama-tama, bahwa ketika penjelasan terbaik tentang gambar-gambar suci dan misterius mewakili tingkatan yang sama dari Makhluk surgawi, ketika melakukan tindakan suci, maka atasan, kemudian bawahan lagi, kadang-kadang tingkatan terakhir lebih tinggi, dan pertama adalah bawahan, dan, terakhir, Peringkat pertama, tengah, dan terakhir memiliki Kekuatannya masing-masing - tidak ada yang tidak pantas dalam penjelasan gambar ini. Karena jika kita mengatakan bahwa beberapa Ordo, ketika melakukan tindakan suci, mematuhi yang pertama, maka mereka sendiri yang memerintah atas mereka, dan bahwa yang pertama, ketika mereka memerintah yang terakhir, kembali tunduk kepada orang yang sama yang mereka pimpin; maka penjelasan seperti ini memang tidak senonoh dan membingungkan. Ketika kita mengatakan bahwa Pangkat yang sama memerintah dan berada di bawah bersama-sama, namun, bukan atas diri mereka sendiri atau diri mereka sendiri, tetapi masing-masing dari mereka tunduk pada yang lebih tinggi, dan memerintah atas yang lebih rendah, maka kita dapat dengan tepat mengatakan bahwa gambar suci tersebut disebutkan. dalam Kitab Suci, hal yang sama terkadang dapat diterapkan dengan benar pada Kekuatan pertama, tengah, dan terakhir. Jadi, cita-cita menuju surga, terus-menerus berpaling kepada diri sendiri, menjaga kekuatan diri sendiri dan berpartisipasi dalam kekuatan takdir, melalui penyampaian kekuatan seseorang kepada yang lebih rendah, sudah sepantasnya sesuai dengan semua Makhluk surgawi, meskipun hanya satu (sebagai sering dikatakan) pada derajat yang tertinggi dan seluruhnya, dan yang lainnya sebagian dan pada derajat yang lebih rendah.

§2

Dalam menjelaskan gambaran pertama, pertama-tama kita perlu memikirkan mengapa Teologi hampir sebagian besar menggunakan simbol-simbol api. Karena Anda akan menemukan bahwa itu tidak hanya melambangkan roda yang berapi-api, tetapi juga binatang-binatang yang berapi-api, dan manusia seolah-olah berbentuk kilat, menempatkan banyak bara api di dekat Makhluk surgawi, melambangkan sungai-sungai berapi yang mengalir dengan suara yang mengerikan; Dia juga mengatakan bahwa takhta juga berapi-api, dan dengan nama Seraphim dia menunjukkan bahwa makhluk tertinggi ini berapi-api, dan menghubungkan mereka dengan sifat dan tindakan api, dan secara umum, baik di surga maupun di bumi, dia terutama suka menggunakan gambar yang berapi-api. Menurut pendapat saya, penampakan api menunjukkan kualitas Pikiran surgawi yang seperti Tuhan. Karena para teolog suci sering menggambarkan Wujud Tertinggi dan tak terlukiskan dengan kedok api, karena api membawa banyak hal di dalam dirinya dan, jika bisa dikatakan, gambaran nyata dari sifat Ilahi. Karena api indrawi, bisa dikatakan, dalam segala hal, melewati segala sesuatu dengan bebas, tidak dibatasi oleh apa pun; ia jelas dan sekaligus tersembunyi, tidak diketahui dengan sendirinya, jika tidak ada substansi yang dapat memberikan pengaruhnya; sulit dipahami dan tidak terlihat dengan sendirinya; menaklukkan segalanya, dan apapun yang disentuhnya mempunyai pengaruh terhadap segalanya; segala sesuatu berubah dan dikomunikasikan kepada segala sesuatu yang mendekatinya dengan cara apapun; dengan kehangatannya yang memberi kehidupan, ia memperbaharui segalanya, menerangi segala sesuatu dengan sinar yang jernih; tidak terkendali, tidak dapat dipahami, mempunyai kekuatan untuk memisahkan, tidak dapat diubah, berusaha ke atas, menembus, muncul ke permukaan dan tidak suka berada di bawah; selalu bergerak, bergerak sendiri dan menggerakkan segalanya; mempunyai kekuatan untuk merangkul, namun tidak dianut; tidak membutuhkan apa pun lagi, berkembang biak tanpa disadari, dan menunjukkan kekuatannya yang besar dalam setiap zat yang cocok untuknya; aktif, kuat, melekat pada segala sesuatu yang tidak terlihat; jika ditinggalkan dalam kelalaian, ia tampaknya tidak ada, tetapi melalui gesekan, seolah-olah melalui suatu pencarian, ia tiba-tiba muncul dalam suatu zat yang terkait dengannya dan segera menghilang lagi, dan, dengan melimpah mengkomunikasikan dirinya kepada segala sesuatu, tidak berkurang. Anda dapat menemukan banyak sifat api lainnya, seolah-olah menunjukkan sifat Ilahi dalam gambaran sensual. Mengetahui hal ini, orang-orang yang bijaksana kepada Tuhan mewakili Makhluk surgawi dengan menyamar sebagai api, dengan demikian menunjukkan kemiripan mereka dengan Tuhan, dan kemungkinan peniruan Tuhan bagi mereka.

§3

Makhluk Surgawi juga direpresentasikan dalam bentuk manusia, karena manusia diberkahi dengan akal dan mampu mengarahkan pandangan mentalnya pada kesedihan; karena ia memiliki penampilan yang lurus dan teratur, telah menerima hak alami atas superioritas dan kekuasaan, dan karena, meskipun perasaannya lebih rendah dibandingkan hewan lain, ia menguasai segala sesuatu dengan kekuatan pikirannya yang luar biasa, kemampuan penalaran yang luas dan, akhirnya, roh, pada dasarnya bebas dan tak terkalahkan.

Saya bahkan berpikir bahwa di setiap anggota tubuh kita, kita dapat menemukan gambaran serupa yang menggambarkan sifat-sifat Kekuatan Surgawi. Jadi kita dapat mengatakan bahwa kemampuan penglihatan berarti perenungan mereka yang paling jelas terhadap cahaya Ilahi dan, bersama-sama, penerimaan iluminasi Ilahi yang sederhana, tenang, tanpa hambatan, cepat, murni dan tanpa memihak.

Kekuatan pengenalan bau berarti kemampuan untuk merasakan, sebanyak mungkin, aroma yang melebihi pikiran, untuk membedakan dengan benar dari bau busuk dan untuk menghindarinya sepenuhnya. Indra pendengaran adalah kemampuan untuk berpartisipasi dalam inspirasi Ilahi dan menerimanya dengan cerdas. Rasa adalah kejenuhan dengan makanan spiritual dan penerimaan aliran Ilahi dan nutrisi.

Indera peraba adalah kemampuan untuk membedakan dengan benar antara berguna dan berbahaya.

Bulu mata dan alis - kemampuan untuk melindungi ilmu Ilahi.

Usia yang mekar dan awet muda - vitalitas selalu berkembang.

Gigi melambangkan kemampuan memisahkan makanan yang diambil dengan sempurna; karena setiap makhluk spiritual, setelah menerima pengetahuan sederhana dari makhluk yang lebih tinggi dari dirinya, dengan segala ketekunan membaginya dan melipatgandakannya, meneruskannya kepada makhluk yang lebih rendah, sesuai dengan keberterimaannya. Bahu, siku dan lengan menandakan kekuatan untuk menghasilkan, bertindak dan mencapai.

Hati adalah simbol kehidupan yang menyerupai Tuhan, yang dengan murah hati membagikan kekuatan hidupnya dengan apa yang dipercayakan kepadanya.

Tulang belakang artinya yang menampung semua kekuatan vital.

Kaki – gerakan, kecepatan dan kecepatan perjuangan mereka menuju Yang Ilahi. Itulah sebabnya teologi menggambarkan kaki makhluk suci bersayap. Karena sayap berarti penerbangan cepat ke atas, penerbangan surgawi dan luhur, yang, sesuai keinginannya, melampaui segala sesuatu yang duniawi. Ringannya sayap berarti pemisahan total dari duniawi, keinginan yang lengkap, tanpa hambatan dan mudah untuk terbang; ketelanjangan dan kekurangan sepatu - kebebasan abadi, kesiapan yang tak terbendung, jarak dari segala sesuatu yang eksternal dan kemungkinan asimilasi terhadap kesederhanaan wujud Tuhan.

§4

Karena Kebijaksanaan yang sederhana dan beraneka ragam kadang-kadang menutupi ketelanjangan mereka dan mengizinkan mereka memakai alat-alat tertentu, sekarang marilah kita jelaskan, sebisa mungkin bagi kita, pakaian suci dan alat-alat Pikiran Surgawi ini.

Pakaian yang terang dan seperti api, menurut saya, berarti, serupa dengan api, keserupaan dengan Tuhan dan kekuatan untuk menerangi, sesuai dengan keadaan mereka di surga, di mana cahaya itu berdiam, yang secara spiritual bersinar dan diterangi dengan sendirinya. Pakaian pendeta menandakan kedekatan mereka dengan visi Ilahi dan misterius, serta pengabdian hidup kepada Tuhan.

Sabuk menandakan kemampuan mereka untuk melindungi kekuatan yang bermanfaat dalam diri mereka, dan konsentrasi tindakan mereka pada satu tujuan, yang ditetapkan selamanya dalam keadaan yang sama, seperti dalam lingkaran biasa.

§5

Tongkat sihir menandakan martabat kerajaan dan kedaulatan mereka, dan pelaksanaan langsung segalanya. Tombak dan kapak melambangkan kekuatan untuk memisahkan apa yang bukan merupakan ciri khasnya, ketajaman, aktivitas dan aksi kekuatan-kekuatan yang khas.

), artinya kecepatan aktivitasnya yang senantiasa merambah kemana-mana, kemampuannya berpindah dari atas ke bawah dan dari bawah ke atas, mengangkat yang lebih rendah ke ketinggian yang tinggi, dan mendorong yang lebih tinggi untuk berkomunikasi dengan yang lebih rendah dan jagalah mereka. Dapat juga dikatakan bahwa melalui nama angin, keserupaan dengan Pikiran surgawi ditandai; karena angin juga memiliki kemiripan dan gambaran tindakan Ilahi (sebagaimana telah cukup saya tunjukkan dalam Teologi simbolik, dengan penjelasan misterius tentang empat elemen), dalam mobilitasnya yang alami dan memberi kehidupan, dalam perjuangannya yang cepat dan tidak terkendali. , dan dalam ketidaktahuan dan kerahasiaannya bagi kita, awal dan akhir gerakannya. “Jangan khawatir,” dikatakan, "dari mana asalnya dan kemana perginya"(). Lebih lanjut, Teologi mengelilingi mereka dengan awan, yang berarti bahwa Pikiran suci dipenuhi dengan cahaya misterius yang tidak dapat dipahami, menerima cahaya asli tanpa kesia-siaan, dan menyebarkannya secara melimpah kepada makhluk-makhluk yang lebih rendah, sesuai dengan sifat mereka; bahwa mereka diberkahi dengan kekuatan untuk melahirkan, menghidupkan kembali, tumbuh dan mencipta dalam bentuk hujan mental, yang dengan tetesan air yang melimpah merangsang lapisan tanah yang diairi olehnya untuk melahirkan kehidupan.

§7

Jika teologi diterapkan pada Makhluk Surgawi jenis tembaga ((misal Yeh. 1:7, XL:3; )), damar (Yeh. 1, 5, VIII, 2), dan batu beraneka warna ((misal )) : maka amber sebagai sesuatu yang seperti emas dan perak berarti kilau yang tidak berkedip-kedip, tidak habis-habisnya, tidak berkurang dan tidak berubah, seperti pada emas, dan seperti pada perak, pancaran surgawi yang terang, seperti cahaya.

Tembaga harus mencakup sifat api atau sifat emas, yang telah kita bahas.

Adapun warna batu yang berbeda, orang harus berpikir bahwa putih melambangkan cahaya, merah – berapi-api, kuning – seperti emas, hijau – awet muda dan semangat; singkatnya, dalam setiap jenis gambar simbolik Anda akan menemukan penjelasan yang misterius. Namun saya rasa kami telah membicarakan hal ini sebanyak mungkin; Sekarang kita harus beralih ke penjelasan suci tentang gambaran misterius Pikiran surgawi, dalam bentuk binatang tertentu.

§8

Dan pertama, gambar singa (Yeh. 1, 10), harus dipikir-pikir, berarti kekuatan yang dominan, kuat, tak tertahankan, dan kemiripan yang nyata dengan Tuhan yang tidak dapat dipahami dan tak terlukiskan karena mereka secara misterius menutup jalan spiritual dan jalan menuju menuju pencerahan Ilahi kepada Tuhan.

Gambaran seekor lembu (Yeh. 1:10) berarti kekuatan, semangat dan yang membuat alur rohani mampu menerima hujan surgawi dan berbuah; tanduk berarti kekuatan pelindung dan tak terkalahkan.

Selanjutnya gambar rajawali (Yeh. 1:10) berarti keagungan kerajaan, kemegahan, kecepatan terbang, kewaspadaan, kewaspadaan, kecepatan dan ketrampilan dalam memperoleh makanan, penguatan kekuatan, dan terakhir, kemampuan, dengan ketegangan penglihatan yang kuat, untuk dengan bebas, langsung, dan mantap melihat sinar penuh dan bercahaya yang mengalir dari cahaya Ilahi.

Terakhir, gambar kuda berarti ketundukan dan ketaatan yang cepat; kuda putih () berarti ketuhanan, atau kedekatan yang lebih baik dengan cahaya Ilahi; hitam () – rahasia yang tidak diketahui; gadis berambut merah () – aktivitas yang berapi-api dan cepat; beraneka ragam () - hitam dan putih - kekuatan yang menghubungkan ekstrem, dan dengan bijak yang pertama digabungkan dengan yang kedua, yang kedua dengan yang pertama.

Tetapi jika kita tidak peduli dengan singkatnya esai tersebut, maka semua sifat khusus, dan semua bagian struktur tubuh hewan yang diperlihatkan, dapat diterapkan dengan baik pada Kekuatan surgawi, dengan menganggap kesamaan tersebut bukan dalam arti yang sebenarnya. Dengan demikian, penampilan mereka yang marah dapat diterapkan pada keberanian spiritual, yang tingkat ekstrimnya adalah kemarahan, nafsu - pada cinta Ilahi, dan singkatnya, semua perasaan dan bagian dari hewan bodoh - pada pikiran non-materi dari Makhluk surgawi dan kekuatan sederhana. Namun bagi orang yang bijaksana, tidak hanya itu, penjelasan tentang gambar misterius saja sudah cukup untuk memahami objek semacam ini.

§9

Sekarang harus diperlihatkan arti sungai, roda dan kereta, yang diterapkan pada Makhluk surgawi. Sungai yang berapi-api () berarti sumber Ilahi, yang secara melimpah dan tak henti-hentinya membasahi Makhluk-makhluk ini dan memberi mereka makan dengan kesuburan yang memberi kehidupan. Kereta (2 Raja-raja II11, VI17) berarti tindakan harmonis yang sederajat. Roda (Yeh. 1:16, 10:2), bersayap, bergerak maju dengan mantap dan lurus, melambangkan kesaktian Makhluk Surgawi untuk bergerak dalam aktivitasnya di jalan yang lurus dan benar, karena segala cita-cita spiritualnya dari atas diarahkan ke sana. jalan yang lurus dan mantap.

Adalah mungkin untuk mengambil gambaran roda spiritual dalam pengertian misterius lainnya. Mereka diberi nama, seperti yang dikatakan Teolog: “gel, gel” (Yehezkiel X, 13), yang dalam bahasa Ibrani artinya "rotasi dan wahyu". Roda Api dan Roda Ilahi termasuk dalam rotasi, karena mereka terus-menerus berputar mengelilingi kebaikan yang sama; wahyu, karena wahyu mengungkap rahasia, meninggikan wahyu yang lebih rendah, dan menurunkan pencerahan tertinggi.

Tinggal kita jelaskan nikmatnya tingkatan surgawi. Benar, hal-hal tersebut sama sekali asing bagi kesenangan pasif kita; namun, mereka bersukacita bersama Tuhan, seperti yang dikatakan Kitab Suci, atas penemuan orang hilang, karena kegembiraan mereka yang tenang seperti Tuhan, karena kesenangan tulus mereka dalam pemeliharaan Penyelenggaraan untuk keselamatan mereka yang berpaling kepada Tuhan, dan karena mereka kenikmatan yang tak dapat dijelaskan yang sering dirasakan oleh orang-orang Suci ketika cahaya itu turun ke atas mereka dari atas iluminasi Ilahi.

Inilah yang dapat saya katakan tentang gambar suci. Meskipun penjelasan mereka tidak sepenuhnya memuaskan, menurut pendapat saya, penjelasan mereka berkontribusi untuk memastikan bahwa kita tidak memiliki konsep rendah tentang gambar misterius.

Jika Anda mengatakan bahwa kami belum menyebutkan semua tindakan dan gambaran kekuatan Malaikat yang disajikan secara berurutan dalam Kitab Suci, maka kami menjawabnya dengan pengakuan yang tulus bahwa kami sebagian tidak memiliki pengetahuan lengkap tentang objek-objek superduniawi, dan memiliki kebutuhan akan hal-hal lain. ... pemimpin dan mentor mengenai subjek ini, tetapi sebagian mereka meninggalkan banyak hal, setara dengan apa yang kami katakan, dengan maksud untuk menjaga singkatnya esai dan dengan hormat tetap diam tentang rahasia yang tidak dapat kami akses.

Santo DIONYSIUS

AREOPAGITA

TENTANG HIERARKI SURGAWI

Terjemahan dari bahasa Yunani

Dengan restu Uskup Athanasius dari Perm dan Solikamsk

Biarkan Kristus menjadi pemimpin dalam kata-kata, dan jika boleh saya katakan, Kristus saya, Mentor dalam penjelasan setiap Hierarki. Tetapi kamu, anakku, sesuai dengan lembaga suci yang diturunkan kepada kami dari Hirarki kami, dengan penuh hormat mendengarkan kata-kata suci, dibayangi oleh inspirasi dari ajaran yang diilhami.

(Neb. Hierarch. bab 2, § 5)

Presbiter Dionysius menjadi co-presbiter Timotius

Setiap anugerah yang baik dan setiap anugerah yang sempurna berasal dari atas, turun dari Bapa segala terang (Yakobus I, 17): juga setiap curahan pencerahan, yang dengan murah hati dicurahkan kepada kita dari penciptanya – Allah Bapa, sebagai kekuatan pencipta tunggal , sekali lagi mengangkat dan menjadikan kita sederhana, mengangkat kita pada persatuan dengan Bapa yang menarik semua orang, dan pada kesederhanaan Ilahi. Sebab segala sesuatu berasal dari Dia dan kepada Dia, menurut firman suci (Rm. XI, 36).

§ 2

Jadi, setelah berdoa kepada Yesus, terang Bapa yang sejati, yang menerangi setiap orang yang datang ke dunia (Yohanes 1:9), yang melaluinya kita memperoleh akses kepada Bapa, sumber terang, marilah kita mendekat , sebisa mungkin, cahaya dari firman Tuhan yang paling suci, Bapa yang setia kepada kita, dan, dengan kemampuan terbaik kita, marilah kita melihat jajaran Pikiran surgawi yang terwakili di dalamnya dalam simbol dan prototipe. Setelah menerima dengan mata pikiran yang tidak berwujud dan tak kenal takut cahaya tertinggi dan asli dari Bapa Ilahi, cahaya yang melambangkan kepada kita dalam simbol-simbol perwakilan jajaran Malaikat yang paling diberkati, maka dari cahaya ini kita akan bergegas menuju sinarnya yang sederhana. Karena cahaya ini tidak pernah kehilangan kesatuan batinnya, meskipun karena sifat-sifatnya yang bermanfaat, ia terfragmentasi untuk menyatu dengan manusia melalui peleburan yang mengangkat gunung-gunung mereka. e, dan menghubungkan mereka dengan Tuhan. Dia tetap berada di dalam dirinya sendiri dan terus-menerus berdiam dalam identitas yang tak bergerak dan identik, dan mereka yang dengan tepat mengarahkan pandangannya kepadanya, sesuai dengan kekuatannya, akan mengangkat gunung, dan mempersatukan mereka sesuai dengan contoh betapa dia sederhana dan bersatu dalam dirinya. . Karena sinar Ilahi ini dapat menyinari kita hanya di bawah banyak selubung yang berbeda, sakral dan misterius, dan terlebih lagi, menurut pemeliharaan Bapa, dapat disesuaikan dengan sifat kita sendiri.

§ 3

Itulah sebabnya, pada awal pembentukan ritual, Hirarki kita yang paling cemerlang dibentuk dalam rupa Ordo surgawi superduniawi, dan Ordo non-materi direpresentasikan dalam berbagai gambar material dan gambar yang menyamakan, dengan tujuan agar kita, sebaik-baiknya. kemampuan kita, naik dari gambaran yang paling suci ke apa yang dimaksudkan sebagai gambaran sederhana dan tidak memiliki gambaran indrawi. Karena pikiran kita hanya dapat naik ke kedekatan dan kontemplasi terhadap Tatanan surgawi, melalui karakteristik bimbingan materialnya: yaitu, mengenali dekorasi yang terlihat sebagai jejak keindahan yang tak terlihat, wewangian sensual sebagai tanda distribusi hadiah spiritual, lampu material. sebagai gambaran iluminasi immateri, luas dalam petunjuk-petunjuk yang dipersembahkan di kuil-kuil merupakan gambaran kejenuhan mental ruh, tatanan dekorasi yang kasat mata merupakan indikasi keteraturan yang harmonis dan kekal di surga, penerimaan Ekaristi Ilahi adalah persekutuan. dengan Yesus; singkatnya, semua tindakan yang dimiliki makhluk surgawi, berdasarkan sifatnya, disampaikan kepada kita dalam bentuk simbol. Jadi, untuk kemungkinan kemiripan dengan Tuhan ini, dengan pembentukan pemerintahan rahasia yang bermanfaat bagi kita, yang membuka pandangan kita terhadap Ordo surgawi, dan mewakili Hierarki kita dengan kemungkinan kemiripan dengan Imamat Ilahi mereka sebagai pelayan bersama Ordo surgawi, di bawah sensual gambar-gambar pikiran surgawi ditakdirkan untuk kita dalam tulisan-tulisan suci, sehingga melalui sensual kita naik ke spiritual, dan melalui gambar-gambar suci simbolis - ke Hierarki surgawi yang sederhana.

Bahwa benda-benda ketuhanan dan benda-benda langit tergambar dengan baik di bawah simbol-simbol, bahkan yang tidak serupa dengannya.
§ 1

Jadi, menurut saya, pertama-tama kita harus menyatakan tujuan apa yang kita tetapkan pada masing-masing Hierarki, dan menunjukkan manfaat yang diberikan masing-masing Hirarki bagi para kontemplatifnya; kemudian - untuk menggambarkan Tatanan surgawi, sesuai dengan ajaran misterius Kitab Suci tentang mereka; akhirnya, untuk menyatakan di bawah gambar suci mana Kitab Suci menyajikan tatanan harmonis dari tatanan surgawi, dan untuk menunjukkan tingkat kesederhanaan yang harus dicapai melalui gambar-gambar ini. Yang terakhir ini penting agar kita tidak secara kasar membayangkan, seperti orang bodoh, kekuatan cerdas surgawi dan seperti Tuhan, yang memiliki banyak kaki dan wajah, berwujud binatang seperti lembu atau berwujud binatang seperti singa, dengan paruh melengkung seperti elang, atau dengan bulu burung; kita juga tidak akan membayangkan bahwa di langit terdapat kereta-kereta api, takhta-takhta material yang diperlukan agar Tuhan dapat duduk di atasnya, kuda-kuda berwarna-warni, pemimpin-pemimpin militer bersenjatakan tombak, dan banyak lagi sejenisnya, yang ditunjukkan kepada kita oleh Kitab Suci dalam berbagai misteri. simbol (Yeh. I , 7. Daniel VII, 9. Zakharia I, 8. 2 Macc. III, 25. Joshua V, 13). Karena jelas bahwa Teologi (Dengan Teologi Dionysius the Areop. berarti Kitab Suci.) Pachymerus menggunakan gambar-gambar suci yang suci untuk menggambarkan Kekuatan cerdas yang tidak memiliki gambar, yang berarti, seperti dikatakan di atas, pikiran kita, menjaga yang melekat dan sejenisnya. kemampuan untuk naik dari yang rendah ke yang lebih tinggi, dan menyesuaikan gambaran suci misteriusnya dengan konsepnya.

§ 2

Jika ada yang setuju bahwa deskripsi suci ini harus diterima, karena makhluk sederhana itu sendiri tidak kita kenal dan tidak terlihat, biarlah dia juga tahu bahwa gambaran indrawi dari Pikiran suci yang ditemukan dalam Kitab Suci tidak seperti mereka, dan bahwa semua ini merupakan corak dari Kemalaikatan. namanya, boleh dikatakan, kasar. Tetapi mereka mengatakan: Para teolog, yaitu para penulis yang diilhami Tuhan, yang mulai menggambarkan makhluk-makhluk yang sepenuhnya tidak berwujud dalam bentuk sensual, harus mencetak dan menyajikannya dalam gambar-gambar yang menjadi ciri khas mereka dan, sejauh mungkin, mirip dengan mereka, meminjam gambar-gambar tersebut dari makhluk paling mulia - seolah-olah tidak berwujud dan lebih tinggi; dan tidak mewakili makhluk surgawi, seperti Tuhan dan sederhana dalam gambaran duniawi dan beragam rendah. Karena dalam kasus pertama, kita bisa lebih mudah naik ke surga, dan gambaran makhluk super duniawi tidak akan memiliki perbedaan total dengan apa yang digambarkan; sedangkan dalam kasus terakhir, kekuatan mental Ilahi dipermalukan, dan pikiran kita menjadi tersesat, melekat pada gambaran-gambaran kasar. Mungkin seseorang akan berpikir bahwa langit dipenuhi dengan banyak singa dan kuda, bahwa pujian di sana terdiri dari melenguh, bahwa ada kawanan burung dan hewan lainnya, bahwa ada benda-benda rendah di sana - dan secara umum segala sesuatu yang biasa digunakan dalam Kitab Suci. jelaskan Tarekat Malaikat terwakili dalam persamaannya, yang sama sekali berbeda, dan mengarah pada yang tidak setia, tidak senonoh dan penuh nafsu. Dan menurut saya, kajian kebenaran menunjukkan bahwa Hikmah Mahakudus, sumber Kitab Suci, yang mewakili Kekuatan cerdas surgawi dalam gambaran indrawi, telah mengatur keduanya sedemikian rupa sehingga kekuatan ini dan Kekuatan Ilahi tidak dipermalukan, dan kita tidak mempunyai kebutuhan ekstrem untuk melekat pada gambaran duniawi dan rendahan. Bukan tanpa alasan makhluk yang tidak mempunyai gambaran atau wujud direpresentasikan dalam gambar dan garis besar. Alasannya, di satu sisi, adalah sifat kodrat kita yang tidak dapat langsung kita naiki untuk merenungkan objek-objek spiritual, dan kita memerlukan alat bantu yang menjadi ciri khas kita dan sesuai dengan kodrat kita, yang mewakili hal-hal yang tidak terbayangkan dan sangat masuk akal dalam gambar yang dapat kita pahami; di sisi lain, sangat tepat bagi Kitab Suci, yang penuh dengan sakramen, untuk menyembunyikan kebenaran suci dan misterius dari Pikiran duniawi di bawah tabir suci yang tidak dapat ditembus, dan dengan demikian membuatnya tidak dapat diakses oleh orang-orang duniawi. Karena tidak semua orang diinisiasi ke dalam sakramen, dan tidak semua orang, seperti dikatakan Kitab Suci, mempunyai alasan (1 Kor. VIII.7). Dan bagi mereka yang mengutuk gambar-gambar yang berbeda dan mengatakan bahwa gambar-gambar itu tidak layak dan menjelekkan keindahan makhluk-makhluk yang seperti Tuhan dan suci, cukuplah menjawab bahwa St. Kitab Suci mengungkapkan dirinya kepada kita dalam dua cara.

§ 3

Satu - terdiri dari gambar yang semirip mungkin dengan benda suci; yang lain - dalam gambar yang berbeda, sangat berbeda, jauh dari benda suci. Demikianlah ajaran misterius, yang diberikan kepada kita dalam Kitab Suci, menjelaskan dengan berbagai cara tentang Dewa tertinggi yang dimuliakan. Kadang-kadang menyebut Tuhan sebagai firman, pikiran dan keberadaan (Yohanes I, 1. Mazmur CXXXV), dengan demikian menunjukkan pemahaman dan kebijaksanaan yang melekat pada Tuhan saja; dan mengungkapkan bahwa Dia benar-benar ada dan merupakan penyebab sebenarnya dari segala keberadaan, menyamakan Dia dengan cahaya dan menyebut Dia kehidupan. Tentu saja, gambar-gambar suci ini dalam beberapa hal tampak lebih baik dan agung daripada gambar-gambar indrawi, tetapi gambar-gambar itu juga jauh dari cerminan akurat dari Ketuhanan tertinggi. Karena Keilahian berada di atas segala makhluk dan kehidupan; tidak ada cahaya yang bisa menjadi ekspresi diri-Nya; setiap pikiran dan perkataan jauh sekali dari keserupaan dengan Dia. Terkadang Kitab Suci juga dengan anggun menggambarkan Tuhan dengan ciri-ciri yang berbeda dengan-Nya. Jadi ia menyebut Dia tidak terlihat, tidak terbatas dan tidak dapat dipahami (1 Tim. VI, 16. Mazmur CXLIV, 13. Rom. XI, 33), dan ini tidak berarti bahwa Dia ada, tetapi Dia tidak ada. Yang terakhir, menurut pendapat saya, bahkan lebih merupakan ciri Tuhan. Sebab, meskipun kita tidak mengetahui keberadaan Tuhan yang tak terbayangkan, tak terpahami, dan tak terlukiskan, namun berdasarkan Tradisi Suci yang misterius, kami benar-benar menegaskan bahwa Tuhan tidak ada kemiripan dengan apa pun yang ada. Jadi, jika dalam kaitannya dengan objek-objek Ilahi gambaran ekspresi negatif lebih mendekati kebenaran daripada gambaran afirmatif, maka ketika menggambarkan makhluk-makhluk yang tak terlihat dan tidak dapat dipahami, jauh lebih baik menggunakan gambar-gambar yang berbeda dengannya. Karena deskripsi suci, yang menggambarkan tingkatan surgawi dalam ciri-ciri yang berbeda, dengan demikian memberi mereka lebih banyak kehormatan daripada aib, dan menunjukkan bahwa mereka berada di atas segalanya yang bersifat material. Dan persamaan-persamaan yang berbeda ini semakin meninggikan pikiran kita, dan menurut saya, tidak ada orang bijaksana yang akan membantah hal ini. Karena dengan gambaran yang paling mulia, beberapa orang lebih suka tertipu dengan membayangkan makhluk surgawi berbentuk emas, sejenis manusia yang bercahaya, secepat kilat, berpenampilan cantik, mengenakan jubah yang cerah, memancarkan api yang tidak berbahaya, atau dalam bentuk lain yang serupa. di mana Teologi menggambarkan pikiran surgawi. Oleh karena itu, untuk memperingatkan mereka yang dalam konsep mereka tidak melampaui keindahan yang terlihat, para Teolog suci, dalam kebijaksanaan mereka, yang meninggikan pikiran kita, menggunakan kesamaan yang jelas-jelas berbeda untuk tujuan suci itu, agar tidak membiarkan sifat sensual kita untuk selamanya berhenti pada gambaran rendah; tetapi untuk menggairahkan dan meninggikan pikiran kita dengan ketidaksamaan gambar-gambar tersebut, sehingga bahkan dengan semua keterikatan beberapa orang pada materi, bagi mereka akan tampak tidak senonoh dan tidak sesuai dengan kebenaran bahwa makhluk yang lebih tinggi dan Yang Ilahi sebenarnya serupa. untuk gambar rendah seperti itu. Namun, kita tidak boleh lupa bahwa tidak ada sesuatu pun di dunia ini yang tidak memiliki jenisnya sendiri; karena segala kebaikan itu besar, kata kebenaran surgawi (Kej. I, 31).